Stroke adalah penyakit gangguan pembuluh darah di otak yang bisa berakibat kematian. Jika menemui orang disekitar Anda dengan ciri-ciri terkena serengan stroke, jalan keluarnya cuma satu: Segera bawa ke rumah sakit.
“Yang penting itu bawa ke rumah sakit tercepat, enggak bisa ditangani sendiri. Ada yang mengatakan ditusuk biar darahnya keluar tapi itu belum ada bukti ilmiahnya. Kalau mau tusuk di mobil saja saat menuju rumah sakit biar tak buang waktu. Nggak ada pilihan lain selain ke rumah sakit jangan istirahat-istirahat dulu,” ujar Dr. Fritz Sumantri Usman Sr,SpS, FINS, Ahli Penyakit Saraf dan Saraf intervensi di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta saat berbincang dengan detikHealth seperti ditulis Selasa (22/5/2012).
Menurutnya semakin cepat pasien serangan stroke dibawa ke rumah sakit, maka peluang untuk menyelamatkan hidupnya juga lebih terbuka.
Dr Fritz mengatakan orang yang terkena stroke tidak selalu dicirikan dengan pingsan. Tapi yang utama adalah terjadinya kelemahan di satu sisi tubuh atau lumpuh di satu bagian tubuh.
“Tidak selalu stroke itu pingsan, kalau stroke itu kan kelemahan satu sisi tubuh, bicara pelo, kesemutan satu sisi tubuh bukan tangan dua-duanya atau kaki dua-duanya tapi hanya tangan kanan dengan kaki kanan atau tangan kiri dengan kaki kiri, pelo, mulut mencong, nggak bisa menelan,” jelas Dr Fritz tentang ciri-ciri orang terkena stroke.
Stroke sendiri ada 2 jenis yakni karena pembuluh darah ada yang tersumbat atau pembuluh darah ada yang pecah. Jadi stroke itu terbagi menjadi stroke akibat penyumbatan pembuluh darah di otak dan stroke karena pecahnya pembuluh darah di otak.
“Tujuan dokter saraf menangani pasien stroke itu nomor satu menyelamatkan daya otak yang hampir mati. Kedua, mengendalikan komplikasi selama serangan. Ketiga, rehabilitasi. Keempat, mencegah secara stroke berulang dengan konsekuensi segala kecacatannya,” jelas Dr Fritz.
Untuk pasien stroke akibat penyumbatan angka rasio kematiannya adalah 2-3 orang meninggal dari 10 orang dan untuk stroke akibat pendarahan dari 10 orang terdapat 4-6 pasien meninggal.
Pasien juga mengalami risiko terkena stroke yang berulang sebesar lebih dari 50 persen di tahun kedua dan biasanya lebih parah dari stroke sebelumnya.
“Salah satu cara untuk mencegah stroke berulang adalah periksa pembuluh darah otak dengan baik dan benar, hindari faktor risiko stroke, disiplin minum obat, nggak usah mikirin ada gangguan ginjal atau enggak karena dokter selalu memberikan obat yang aman. Toh kalau memang ada gangguan ginjal dari awal kita akan menyesuaikan dosis,” tutur Dr Fritz.
Yang perlu diingat saat sudah pernah terkena stroke, maka pasien harus minum obat seumur hidup. Tujuannya untuk menekan agresivitas penyempitan pembuluh darah.
“Saya yang usianya sudah 40 tahun saja minum antirostatin setiap hari untuk menekan agresivitas penyempitan pembuluh darah. Karena pembuluh darah itu seperti halnya uban. Jadi kapan mulai timbul uban, timbul pengapuran pasti sudah mulai timbul penyempitan pembuluh darah, semuanya itu proses penuaan,” jelas Dr Fritz.
Apakah penderita stroke bisa tertolong?
Menurut Dr Fritz hal itu tergantung dari 2 faktor utama. Pertama, seberapa cepat pasien itu mendapatkan pertolongan yang sesuai di rumah sakit. Kedua, tergantung dari seberapa luas kerusakan yang timbul akibat stroke itu.
“Bisa saja kerusakannya minimal, tapi baru di bawa ke rumah sakit 3 hari kemudian, itu ya sama saja menjadi berat. Atau ketika sampai di rumah sakit pembuluh darah yang pecah ternyata sangat luas, itu juga berat. Itu faktor yang bikin pasien banyak yang tak tertolong,” ujar Dr Fritz.
Waktu emas untuk menolong pasien stroke adalah 4,5 jam sejak serangan terjadi. Maka itu ketika mendapati ada orang yang terkena gejala stroke, menurut Dr Fritz jangan coba-coba untuk mengobatinya sendiri seperti menusuk jarum yang belum terbukti manfaatnya.
“Golden time period pada stroke karena penyempitan atau penyumbatan itu sebelum 4,5 jam kita bisa kasih r-tPA (Recombinant tissue plasminogen activators). Itu adalah satu-satuya terapi stroke yang sudah di-approveoleh FDA. Di Indonesia sudah ada, kami yang memberikan dan di rumah sakit yang ada neuro intervensinya baik itu intravena (4,5 jam) maupun intraarterial (sebelum 6 jam). Kalau misalnya stroke pada penyempitan atau penyumbatan sebelum 8 jam itu tidak bisa lagi intravena atau intraarterial, kita harus sedot penyumbatannya,” ungkap Dr Fritz.
(ir/mer)
sumber : health.detik.com